Baca Juga
ogoh-ogoh kebudayaan khas bali |
Latarbelakang
Ogoh-ogoh adalah karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan.
Dalam perwujudan patung yang dimaksud, Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar dan menakutkan; biasanya dalam wujudRakshasa.
Selain wujud Rakshasa, Ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Syurga danNaraka, seperti: naga, gajah,, Widyadari, bahkan Dalam perkembangannya, ada yang dibuat menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin dunia, artis atau tokoh agama bahkan penjahat. Terkait hal ini, ada pula yang berbau politik atau SARA walaupun sebetulnya hal ini menyimpang dari prinsip dasar Ogoh-ogoh. Contohnya Ogoh-ogoh yang menggambarkan seorang teroris.
Dalam fungsi utamanya, Ogoh-ogoh sebagai representasi Bhuta Kala, dibuat menjelang Hari Nyepi dan diarak beramai-ramai keliling desa pada senja hari Pangrupukan, sehari sebelum Hari Nyepi.
Menurut para cendekiawan dan praktisi Hindu Dharma, proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia). Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup, khususnya manusia dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran. Semua ini tergantung pada niat luhur manusia, sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan seisi dunia.
Ogoh-ogoh diarakkan pada sehari sebelum Hari Raya Nasional Nyepi atau dikenal juga dengan Pengerupukan.
Tapi,Di kala hampir seluruh banjar di Bali kini sibuk membuat ogoh-ogoh, banjar-banjar di Desa Pakraman Renon, Denpasar malah sepi. Memang, warga di desa ini memang berpantang membuat ogoh-ogoh. Konon, saban kali dibuat, ogoh-ogoh di desa ini hidup.
Larangan Pembuatan Ogoh-ogoh
ogoh-ogoh bangkung (babi besar) |
Menurut cerita yang berkembang di kalangan warga setempat, setiap kali membuat ogoh-ogoh, selalu saja ogoh-ogoh yang dibuat hidup. Karenanya, warga Renon menganggap membuat atau pun mengarak ogoh-ogoh sebagai suatu hal yang bisa menimbulkan bencana bagi daerahnya.
Saat pertama kali ogoh-ogoh diperkenalkan di Bali sebagai pelengkap malam pengerupukan menjelang Nyepi, warga Renon juga ikut membuat ogoh-ogoh. Saat itu, Banjar Tengah membuat ogoh-ogoh berwujud babi.
Namun, beberapa jam sebelum pengarakan ogoh-ogoh dimulai yakni saat Ida Bhatara masineb di Bale Agung setelah nyejer selama tiga hari sejak pelaksanaan melis, tiba-tiba saja penari Baris Cina yang merupakan tarian sakral warga Renon kerauhan. Pada saat yang sama muncul kegaduhan di banjar-banjar yang membuat ogoh-ogoh.
Banyak warga melihat wujud ogoh-ogoh itu hidup. Seperti wujud babi hidup menjadi babi dan wujud ular hidup menjadi ular sehingga membuat para pengaraknya takut.
Saat itulah muncul pamuwus (pawisik) dari Ida Batara melalui para penari Baris Cina yang kerauhan bahwa Renon tidak boleh membuat ogoh-ogoh. Ida Batara tidak berkenan di wilayah Desa Renon terdapat boneka raksasa itu.
Meski begitu, beberapa tahun yang lalu ada sekelompok warga Renon yang mencoba-coba membuat ogoh-ogoh. Pembuatan ogoh-ogoh ini dilakukan secara berkelompok di luar organisasi banjar atau sekaa teruna (ST). Tak dinyana, ogoh-ogoh itu juga hidup.
Karenanya, ogoh-ogoh itu tidak jadi diarak berkeliling desa tetapi langsung dibakar. Mereka takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan jika ogoh-ogoh itu tetap diarak.
Kejadian terakhir itu makin menguatkan keyakinan warga Renon untuk tidak lagi mencoba-coba membuat ogoh-ogoh, meskipun di desa-desa lain warganya menikmati kemeriahan dan megehan ogoh-ogoh. Bila pun punya keinginan untuk menyaksikan ogoh-ogoh, warga Renon akan datang ke desa lain untuk sekadar menonton.
Pantangan membuat ogoh-ogoh itu sendiri tidak tercantum dalam awig-awig tertulis Desa Pakraman Renon. Pantangan ini hanya berupa aturan tidak tertulis yang sudah dipahami dan dimaklumi warganya. Tak jarang aturan tidak tertulis jauh lebih kuat meresap di benak warga tinimbang aturan tertulis, memang.
KESIMPULAN
Ogoh-ogoh adalah salah satu kebudayaan seni tradisonal dengan mengarak boneka raksasa keliling desa yang bertujuan untuk mengusir bhuta kala ataupun meniru penampilan kala . Tapi tidak semua daerah yang cocok dengan kebudayaan yang unik ini ,seperti contoh di desa renon,desa pekraman selat ,dan masih ada banyak desa yg melarang seni ogoh-ogoh ini.
Tentu saja mereka memiliki alasan yang kuat ,di setiap daerah pasti memiliki ida bhatara yg melinggih di tempat masing-masing dan jika ida bhatara tidak berkenan tentu ini akan menjadi musibah bagi desa itu sendiri jika pengarakan ogoh-ogoh tetap dilanjutkan.
Melanjutkan kebudayaan dan seni tradisional itu wajib tapi tetap turuti nasihat pengelingsir dan krama adat masing-masing , jangan sampai perbedaan pendapat tentang Kebudayaan dengan Awig-awig dapat membuat perpecahan antar Hindu.
Source :
Wikipedia
balisaja.com
Buku Seni Daerah
Baca Juga:
Silahkan Berkomentar dengan Sopan !
Emoticon