Baca Juga
![]() |
I Gst.Ngr. Anglurah ketut bersama istrinya @balinatha |
Anugerah Ida Bhatara Alit Sakti
Sejarah kerajaan
Karangasem-Bali tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Karangasem-Lombok.
Membicarakan riwayat kerajaan Karangasem-Bali sampai jatuh ke tangan Pemerintah
Hindia-Belanda ditentukan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
kerajaan-kerajaan Karangasem-Lombok. Penguasa kerajaan-kerajaan
Karangasem-Lombok adalah putera-putera dari kerajaan Karangasem-Bali.
Keberhasilan kerajaan
Karangasem menaklukkan Lombok tidak lepas dari lahirnya seorang bayi yang
menjadi dewa, bernama Ida Bhatara Alit Sakti, beristhana di Pura Bukit (sekitar
11 km ke Timur dari Amlapura). Laskar karangasem dipimpin oleh I Gusti Anglurah
Ketut Karangasem (salah seorang dari Tri Tunggal I). sebelum berangkat ke
Lombok ia tangkil minta restu ke Pura
Bukit, pada Ida Bhatara Alit Sakti, yang tidak lain adalah kemenakannya
sendiri.
Laskar Karangasem
berangkat pada pagi hari dengan 4 (empat) perahu pada tahun 1692 M, dari Pantai
Jasri. Perahu yang lain dari desa Seraya lengkap dengan persenjataan, dipimpin
oleh Ki Bendesa Seraya. Seluruh anggota rombongan merasa heran karena angkasa
dipenuhi oleh ribuan kupu-kupu kuning yang mengantar mereka. Kupu-kupu kuning
ini, diyakini sebagai anugerah dari Ida Bhatara Alit Sakti dari Pura Bukit,
menunjukkan jalan dan arah tujuan laskar Karangasem ini.
Turut serta dalam
rombongan ini beberapa orang kepercayaan antara lain adalah Pedanda Siwa
bernama Ida Pedanda Gde Wayahan Sebali dari Geriya Pendem, yang menurunkan parati sentana di Geriya Pegesangan,
Lombok. Turut juga dalam rombongan Dane Poleng, menurunkan parati sentana di Tragtag, Lombok Barat. Selama perjalanan berlayar
mengarungi selat Lombok, mereka mengeluarkan bhisama, bahwa diantara mereka dalam rombongan tersebut tidak
saling melupakan sampai seterusnya pada keturunan selanjutnya.
Rombongan pertama kali
sampai di Tanjung Rubeh, kemudian berbelok meneruskan perjalanan hingga
berlabih di Pantai Pasoan Padang Rea, Lombok-Barat. Saat akan berlabuh
rombongan kemudian melishat laskar penuh sesak berjejal susuk bersila menanti.
Orang banyak duduk bersila ini kemudian lenyap dari pandangan mata bersamaan
lenyapnya kupu-kupu kuning. Rombongan yakin mereka i tu tidak lain adalah bala samar yang siap tempur.
Kerajaan Seleparang dan Pejanggi Ditaklukkan
Setiba di tanah Lombok,
I Gusti Anglurah Ketut Karangasem (yang dijuluki juga I Gusti Anglurah Ketut
Seleparang) mengadakan pertemuan dengan Arya Banjar Getas, untuk mengatur
strategi penyerangan. Arya Banjar Getas tidak lain adalah seorang pembesar di
kerajaan Seleparang, yang terkena fitnah sehingga dimusuhi Raja (Datuk)
Seleparang. Ia membantu laskar Karangasem untuk membalas dendam. Tempat
pertemuan kedua belah pihak kemudian disebut desa Pagutan (dari asal kata pagut yan berarti ‘berikrar bersama
adanya suatu kehendak’).
Laskar Karangasem
mula-mula menuju ke sebuah gunung memohon restu dan keselamatan. Gunung
tersebut kemudian disebut Gunung Pangsung (yang berasal dari kata pang asung, artinya ‘agar diberkahi’).
Sekarang tempat ini disebut gunung Pengsong. Pemimpin laskar I Gusti Anglurah
Ketut Agung membuat peraturan makan bersama untuk anggota laskarnya. Dari
sinilah mula-mula adanya tradisi magibung.
Sesuai rencana,
mula-mula laskar Karangasem menggempur Kerajaan Pejanggi. Perang ini
berlangsung 111 hari memakan korban sebanyak 81 orang dari pegkit pihak Arya
Banjar Getas. Laskar Karangasem meneruskan menyerang kerajaan parwa, dalam
beberapa hari saja. Penyerangan diteruskan ke kerajaan yang paling besar, yakni
Seleparang. Penyerangan dilakukan pada malam hari, berlangsung selama 117 hari.
Atas kemanangan ini laskar Karangasem merayakan pesta kemenangan. Di sinilah
tercipta cakepung, yang berasal dari
kata jag kepung, artinya ‘kejar
terus’.
Setelah berahasil meraih
kemenangan pada tahun 1692 M, I Gusti Anglurah Ketut Karangasem dan Arya Banjar
getas membagi wilayah Lombok. Lombok Timur menjadi wilayah kekuasaan Arya
Banjar Getas sebagai vasal dari kerajaan Karangasem, sedangkan bagian barat
seluruhnya dikuasai oleh kerajaan Karangasem. Kedua belah pihak melakukan
pasobhaya (perjanjian tidak tertulis). Pihak Karangasem memberikan leluputan sarin tahun (tidak kena pajak
apapun) keada pihak Arya Banjar Getas, dan sebaliknya Arya Banjar Getas akan
setia turun tumurun kepada Raja Karangasem.
I Gusti Anglurah Ketut
Karangasem (Seleparang) dengan kemenangannya pulang kembali membawa benda-benda
rampasan sebagai bukti atas keberhasilannya menaklukkan Lombok. Benda-benda
tersebut antara lain: Bende (semacam
Gong, genderang perang Kerajaan Seleparang), lelancangan (tempat sirih) Datuk Pejanggi. Semua benda-benda
tersebut dipersembahkan di Pura Bukit, selanjutnya disimpan di sana. Sebanyak
11 keluarga Sasak ikut dibawa ke Karangasem. Mereka keluarga dari Datuk Bayan,
diberi tempat di kampung Anyar, sebelah timur Pura Bukit. Mereka beranak pinak
sampai sekarang, diberi tugas menjaga kebersihan Pura Bukit. Pada saat pujawali Ida Bhatara Alit Sakti mereka
punya kewajiban sebagai pemukul Bende
dari Seleparang itu.
Migrasi Bangsawan Karangasem ke Lombok.
Untuk mengukuhkan
kekuasaannya, I Gusti Anglurah Ketut Karangasem menempatkan pada parati sentananya sejak tahun 1720
sebagai berikut:
1.
Kerajaan
Pegesangan, di bawah I Gusti Nyoman Anglurah Karang ( I Gusti Nyoman
Agung), putera dari I Gusti Anglurah Ketut Karangasem (Seleparang), yang beribu
dari treh Anglurah Sidemen.
2.
Kerajaan Kediri,
dibawah I Gusti Ketut Rai, juga putera dari I Gusti Anglurah Ketut Karangasem
(Seleparang).
3.
Kerajaan Pagutan,
dibawah I Gusti Wayan Sidemen, putra dari I Gusti Putu Lebah di Pegesangan.
4.
Kerajaan
Sengkongo, di bawah I Gusti Ketut Sidemen, juga putera dari I Gusti Putu
Lebah.
5.
Kerajaan
Singasari, dipimpin I Gusti Anglurah Made Karangasem, cucu dari raja
Karangasem Bali (Dewata Pesaren Anyar) dari Tri Tunggal II.
6.
Kerajaan Metaram,
dipimpin I Gusti Anglurah Ketut Karangasem
(Dewata Pesaren Anyar Mataram).
Ia didampingi adiknya I Gusti Made Jelantik (Dewata Puri Kanginan Mataram). Mereka adalah putera dari I Gusti
Anglurah Ketut Karangasem (Dewata
Petandakan) dari Tri Tunggal II.
Pada waktu Puri Kanginan
selesai dibangun pada tahun 1744, I Gusti Anglurah Ketut karangasem sudah
wafat, tidak meninggalkan putera. Ia digantikan oleh kemenakannya putera dari I
Gusti Made Jelantik yang bernama abhiseka I Gusti Anglurah Ketut Karangasem,
yang dalam perang saudara pada tahun 1838 tewas di Rumak Padasan desa Perapuan.
Silahkan Berkomentar dengan Sopan !
Emoticon